Taipei – Sutradara Indonesia-Taiwan, Martin Rustandi, dengan dukungan dari Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei (KDEI-Taipei) mulai menayangkan perdana seri mini-dokumenter terbarunya “Not Far From Home” pada 21 Januari 2025 pukul 06.00 sore melalui channel TV lokal TaiwanPlus.
Keterangan pers Radio Taiwan International (RTI), Selasa (28/1/2025) menyebutkan, pada 23 Januari 2025, KDEI-Taipei juga secara khusus menggelar Konferensi Pers “Not Far From Home” di ruang Indonesia Exhibition Centre kantor KDEI-Taipei lantai 1, pukul 11:00 waktu setempat.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh banyak tamu undangan, termasuk perwakilan MOL (Kementerian Ketenagakerjaan Taiwan), Wakil Kepala Kantor Urusan Imigran Baru DPP, pimpinan channel TV TaiwanPlus, produser film, para pemeran dalam masing-masing episode, media lokal Taiwan, dan komunitas Indonesia setempat.
Kepala KDEI-Taipei, Arif Sulistiyo dalam kata sambutannya pada konferensi pers menyampaikan apresiasi terkait hadirnya film yang dibuat oleh sutradara asal Indonesia di Taiwan, Martin Rustandi.
“Ini tidak semata sebuah karya seni, namun juga menjadi bentuk dukungan kepedulian terhadap keberadaan masyarakat Indonesia di Taiwan yang telah turut berkontribusi bagi perekonomian Taiwan dan Indonesia,” ujarnya.
Film ini, lanjutnya, memberikan perspektif yang berbeda bagi masyarakat Taiwan tentang Indonesia yang mana turut menekankan pentingnya toleransi dan kerjasama antar komunitas.
Adapun episode 1 film ini bertajuk “Sally’s Taste” dan telah ditayangkan di Saluran TV TaiwanPlus. Film ini mengggambarkan sebuah kisah tentang makanan Indonesia yang dibawa ke Taiwan, termasuk bumbu dan rempah-rempah asal Indonesia.
Film dokumenter ini sangat menyentuh hati para penonton, dan bagi yang berminat masih dapat menikmatinya di situs dan akun YouTube “TaiwanPlus”.
Produser Film Diana Chiawen Lee menyampaikan, tatkala menceritakan sebuah kisah, akan menjadi sangat unik jika isinya adalah tentang kisah hidup imigran asal Indonesia di Taiwan.
Film dokumenter tersebut akan ditayangkan setiap Selasa sejak 21 Januari 2025 dengan tajuk Sally’s Taste, kemudian pada 28 Januari bertajuk Melati’s Moves. Tiga episode berikutnya, masing-masing bertajuk: Nita’s Voice, Pindy’s Craft dan Ela & Rick’s Journey.
Keseruan ala Indonesia
Dalam konferensi pers, awak media disuguhkan tayangan di tempat untuk episode 2 yang bertajuk Melati’s Move, yaitu kisah tentang seorang guru tari tradisional Indonesia, Melati, yang kini adalah guru tari di Taipei National University of Art (TNUA).
Pengambilan syuting dan editing dibuat sangat elegan dengan nilai seni kontemporer tinggi, yang menjadikannya berbeda dengan film dokumenter pada umumnya.
Selain itu, sutradara Martin Rustandi tidak lupa memasukkan “Keseruan ala Indonesia” yang terlihat asing dan ditampilkan dari imigran asal Indonesia di Taiwan dengan editing yang mendetail, termasuk latar lagu suara yang sarat suara gamelan kuno terpadu modern.
Pemain utama dalam episode Melati’s Move, Ibu Melati, menyoroti bahwa para penari yang terlihat di atas pentas panggung mayoritas serba otodidak. Panggung kegiatan diibaratkan sebuah “Rumah” yang bagi para Pekerja Migran Indonesia (PMI) dijadikan sebagai sebuah “Tujuan lokasi”.
Mereka yang tertarik untuk pentas akan rela menyediakan waktu untuk belajar menari tarian yang mungkin tidak pernah disaksikan saat mereka berada di Indonesia.
Saat Melati memberikan masukan tentang tarian tradisional, keterikatan Melati dengan para PMI yang belajar menari pun terbentuk, dimana tali silahturahmi antar WNI di Taiwan terus bergulir cepat seirama dengan jalannya waktu.
Ada asa ada rasa, paduan unik suka duka dan ragam cerita latar belakang imigran Indonesia di Taiwan, dimana Melati menyebutkan bahwa tarian sangat mudah untuk dikembangkan, hanya melalui sebuah gerakan, dan ini akan memberikan efek besar dalam bidang pengembangan diri dan sosial masyarakat.
“Namun sayangnya, sebegitu kegiatan pentas digelar dan selesai, maka selesai pula ‘Rumah’ imigran Indonesia tersebut, dan para PMI akan berlanjut bertemu di ‘Rumah’ lainnya di masa yang akan datang,” ujar Melati.
Menurut Martin Rustandi, mini seri lima episode ini menyajikan eksplorasi yang penuh makna tentang pengalaman imigran Indonesia di Taiwan dan memberikan perspektif baru terhadap cerita-cerita imigran.
“Proyek ini sangat personal bagi saya sebagai seorang imigran sekaligus Sutradara. Tujuan saya adalah mengangkat suara-suara yang seringkali terabaikan. Lewat kisah-kisah ini, saya berharap dapat menumbuhkan pemahaman dan apresiasi yang lebih besar terhadap kontribusi tak ternilai dari para imigran Indonesia bagi masyarakat Taiwan,” tuturnya.
Dalam konferensi pers, Sutradara Martin juga menyampaikan rasa terima kasih khusus kepada Melati, dengan alasan bahwa kisah Melati adalah kisah perdana yang disyuting, juga menjadi syutingan terakhir dalam seri mini dokumenter tersebut.
Hal ini dikarenakan di tengah masa penyutingan Melati’s Move, ayahanda Melati yang berada di Indonesia dikabarkan meninggal dunia, dan penyutingan terakhir untuk seri mini dokumenter tersebut adalah syuting bagian akhir epidose Melati’s Move usai Melati kembali ke Taiwan.
Martin menyampaikan, tak kenal maka tak sayang. Dalam seri mini dokumenter ada unsur tarik ulur untuk emosi hati di antara selang masa dulu dan kini. Selain itu untuk dapat mengenal hingga menerima keragaman struktur masyarakat sangat dibutuhkan adanya unsur toleransi antar semua pihak dalam kehidupan manusia.
Diharapkan seri mini dokumenter “Not Far From Home” mampu menjadi jembatan pengenalan masyarakat dan pertukaran kebudayaan Indonesia di Taiwan. Film ini menyoroti pengalaman imigran asal Indonesia di Taiwan yang penuh warna, namun seringkali luput dari perhatian publik.
Serial ini menggambarkan perjalanan hidup mereka yang penuh transformasi, mulai dari menghadapi tantangan hingga meraih harapan serta menyoroti perjuangan mereka dalam menggapai mimpi, beradaptasi secara budaya, dan membangun kehidupan baru di tanah Taiwan yang mereka anggap sebagai rumah kedua.